Pontianak,
12 Desember 2012
Nama
lengkap saya adalah Ahirul Habib Padilah
yang biasa dipanggil Habib
Saya
dilahirkan disebuah Desa yang begitu terpencilnya, begitu jauhnya dari
kehidupan kota, pada tanggal 12 Mei 1992. Jarak dari Desa saya ke Provinsi
Kalimantan Barat (Pontianak) adalah 700 km. adapun Desa tersebut bernama Desa Nanga Sayan, Kecamatan Sayan,
Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat. Saya adalah seorang anak dukuh
yang jauh dari hiruk pikuknya kehidupan kota, Ayah saya Mansurdin (73 tahun)
hanya seorang petani karet yang 1 harinya dapat 3 kg, dan sudah 5 tahun hidup
dalam kesendirian ditinggal oleh ibu saya (Alm. Ayang Halimah) yang meninggal
pada tanggal 04 Mei 2007 dikarenakan penyakit Ginjal. Ayah saya sekarang sudah
tidak mampu lagi bekerja, dikarenakan tuntutan umur yang mengharuskannya
merelakan sisa hidupnya dirumah meratapi nasibnya dalam kesendirian.
kini
saya menimba ilmu di Universitas Tanjungpura Pontianak, program studi Ilmu Politik,
angkatan 2010 (semester 5) dengan IP 4, IPK 3.73.
saya
merupakan seorang anak dukuh, yang memiliki semangat untuk maju. Maju dalam hal
pendidikan. Namun saya sadar, semangat saya ini tidak ada artinya, karena
ekonomi keluarga yang jauh dikatakan cukup. Apalagi semenjak ditinggal orang
yang menjadi panutan dan pembimbing hidup saya selain ayah, kehidupan kami
sekeluarga serasa kembali ke titik awal kehidupan dan harus mulai dari NOL
lagi. Pasca ditinggal seorang ibu, waktu itu saya akan menghadapi UAS, kakak
saya harus tinggal tempat orang demi tuntutan ekonomi keluarga. Saya tinggal
sama ayah saya, saya sempat bingung pertamanya, mau sekolah atau kerja, karena
kalau saya sekolah siapa yang akan mencari makan sehari-hari saya dan ayah
saya. Akhirnya saya tetap ingin sekolah
dan saya memilih sekolah di SMA Citra Nasa yang masuk siang, paginya saya
gunakan untuk menoreh getah karet, 2 tahun saya jalani kehidupan seperti itu,
pagi noreh dan siang-sore sekolah dengan jarak dari rumah ke-sekolah 4 km saya
tempuh dengan jalan kaki. Tahun ketiga disekolah tersebut, mengalami perubahan
bahwa sekolah tersebut menjadi SMAN 1 Sayan dan akan masuk pagi, tentu saja ini
menjadi kabar gembira bagi siswa-siswa lain, namun lain hal-nya dengan saya,
serasa ada petir disiang bolong saya mendengar kabar tersebut, berbagai
pertanyaan-pertanyaan muncul dikepala saya, siapa yang akan membiayai sekolah
saya, saya sambil noreh saja, sering kesusahan biaya hidupnya, apalagi tidak
noreh?, siapa yang mau peduli dengan anak dukuh seperti saya?, anak terpencil,
miskin serta tak punya apa-apa?. Saya berpikir keras ketika itu, akhirnya untuk
makan sehari-hari, saya memilih pulang sekolah jam 13.30, saya noreh getah. Itu
saya lakukan sampai saya selesai SMA. Dan alhamdulilah, walau dikelas saya yang
jumlahnya 19 orang rata-rata anak pegawai dan orang tuanya berpenghasilan
tetap, masalah prestasi saya tidak kalah dari mereka, bahkan saya bisa
dikatakan selalu unggul dari mereka. Padahal mereka pergi sekolah pakai motor,
istirahat makan dikantin, sedangkan saya jalan kaki, istirahat lebih memilih
baca buku pelajaran dikelas, bukan karena tidak mau gabung dengan kawan-kawan
dikantin, tapi karena saya memang tidak punya uang jajan.
Selesai
SMA kebingungan kembali menghampiri saya si anak dukuh ini, bingung bukan
karena memilih universitas, kota mana yang menjadi tujuan menuntut ilmu dan
jurusan apa yang akan saya ambil, melainkan karena saya memiliki panggilan hati
kecil saya untuk tetap melanjutkan ke Perguruan Tinggi, namun saya sadar untuk
sekolah saya sampai menamatkan SMA saja sudah banting tulang habis-habisan,
apalagi sampai kuliah yang biayanya sampai jutaan, uang 1 juta saja saya belum
pernah lihat waku itu apalagi megangnya.
Alhamdulilah,
Allah selalu membukakan jalan bagi hambanya yang memiliki niat suci, niat untuk
berubah ke arah yang lebih baik, dengan adanya beasiswa Bidikmisi ini saya bisa
menggapai mimpi saya yaitu duduk dibangku kuliah yang saya pikir sangat
mustahil untuk kuliah, tapi buktinya sekarang saya benar-benar terdaftar
sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi ternama di Kalimantan Barat dan
lebih membanggakan lagi saya kuliah tanpa biaya sepeserpun, bahkan per bulannya
di berikan uang sebagai biaya hidup selama kuliah. Betapa bahagianya ayah saya
mendengar saya bisa kuliah dengan beasiswa ini, sujud syukur beberapa kali dia
lakukan serta tetesan air mata bahagianya terus mengalir sambil memeluk saya. Dan
perlu diketahui dengan dibukanya beasiswa Bidikmisi ini secara tidak langsung
memotivasi dan menumbuhkan semangat ingin kuliah bagi para siswa di SMA maupun
yang masih SMP, untuk belajar lebih giat lagi guna mencapai nilai yang paling
baik agar bisa masuk Beasiswa Bidimisi ini. Bagi saya dunia pendidikan baru
dibuka, Selamat datang para pemimpin dunia dari Dukuh.
Setelah
2 tahun saya kuliah dan sekarang sudah masuk tahun ketiga, saya mendapatkan
sebuah undangan untuk menghadiri acara Forum Bidimisi Nasional di Jakarta.
Langsung terlintas dalam benak saya bagaimana rasanya naik pesawat?, seperti
apa ya Jakarta yang merupakan iukota Negara Indonesia, tempat tinggal Presiden,
para menteri dan para orang-orang hebat?. Pertanyaan itu terjawab semuanya pada
tanggal 5-8 Desember 2012, saya benar-benar naik pesawat yang merupakan mimpi
saya sejak Sekolah Dasar dulu dan bertemu dengan tokoh-tokoh besar seperti
bapak Mendikbud yang membuat saya selalu rindu, Pak Chairul Tanjung yang
memiliki latar belakang kehidupan yang hampir sama dengan para mahasiswa penerima
Bidikmisi, masuk TV yang merupakan mimpi banyak orang, pergi ke Taman Impian
Ancol yang merupakan pengalaman pertama yang tidak akan pernah saya lupakan
sepanjang hidup saya, bahkan akan saya ceritakan kepada anak cucu saya
nantinya. Siapa yang menyangka saya seorang anak petani karet yang hanya
berpenghasilan 3 kg 1 hari, anak dukuh jauh dari hiruk pikuknya kehidupan kota,
miskin, bisa merasakan semua itu dengan Gratis. Padahal saya pikir, mendapatkan
beasiswa ini saja sudah syukur alhamdulilah, rupanya Allah punya rencana yang
lebih besar lagi buat saya dan mahasiswa/i Bidikmisi lainnya.
Akhir
kata saya ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada bapak
Mendikbud (Moch. Nuh) yang telah mengubah mimpi saya menjadi kenyataan. Dan
saya sangat terinspirasi dengan kata-kata bapak yaitu “membeli masa depan dengan harga sekarang”. Banyak salam dari teman-teman
serta masyarakat kelas bawah lainnya pak, untuk bapak tercinta. Saya sangat
mengidolakan bapak, kalau ada waktu, bapak datang ke Pontianak, biar saya
siapkan jeruk manis khas Pontianak dan oleh-oleh lainnya pak. Terima kasih.
BIDIKMISI
“Menggapai Asa, Memutus Mata Rantai Kemiskinan”
BIDIKMISI
“Lulus Cepat, IPK Mantap, Kerjaan Dapat”